Jadi ceritanya saya berencana mau bahas tentang perpajakan di skripsi saya, dan supaya mood nulis bisa bangkit maka saya tertarik mengangkat tema perpajakan lagi di postingan kali ini. Well, ini bukan tulisan asli saya, ini adalah essay yang dibuat Mba Mayestika Chairunnisa salah satu rekan saya di Kelas A Semester 8 D4 Reguler. Review singkatnya, ini essay sangat menarik untuk dibaca, terutama yang ingin tau tentang Foreign Direct Investment (FDI) dan hubungannya dengan pajak. Ilustrasi dan penyederhanaan masalah FDI yang dibuat oleh Mba Mayestika sangat menarik karena mengibaratkan FDI dengan buah strawberry, bingung dan penasaran kan? kalo gitu langsung aja baca essay nya ya, semoga bermanfaat :)
Compete for Strawberries
oleh: Mayestika Chairunnisa
We’ll never know the taste of a strawberry before we eat it. Meskipun
warna dan bentuknya serupa, rasa yang ditawarkan buah ini tak selalu sama.
Lidah kita berpotensi merasakan pengalaman manis yang menyenangkan, asam yang
justru dihindari atau kombinasi keduanya. Namun, buah ini tetap disukai atau
bahkan diidolakan. Serupa dengan strawberri,
foreign direct investment (FDI) selain
memiliki dampak positif, juga memiliki dampak negatif terhadap negara tuan
rumah. Namun, negara-negara tetap memperebutkannya hingga melakukan harmful tax competition. Menurut Graham dan Krugman (1991), yang
dimaksud dengan FDI adalah arus modal internasional dimana perusahaan dari
suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di negara lain. Oleh
karena itu tidak hanya terjadi pemindahan sumber daya, tetapi juga terjadi
pemberlakuan kontrol terhadap perusahaan di luar negeri. Rasa “asam” dan
“manis” buah strawberry merupakan
analogi sederhana antara dampak positif dan negatif yang dihasilkan FDI,
sebagai bahan pertimbangan pemerintahan suatu negara berkompetisi mendapatkan
FDI, compete for strawberries.
Rasa utama yang diharapkan atas buah
strawberry adalah manis. Senada,
ekspektasi suatu negara atas FDI yang ditanamkan adalah dampak positif yang
mungkin dihasilkan terhadap negaranya. Dunning, pada tahun 1995 menyebutkan FDI
meningkatkan inisiatif riset dan pengembangan pada perusahaan lokal, dan memberikan akses ke pasar internasional.
FDI juga biasanya membawa technical
assistance, pelatihan dan informasi lainnya untuk meningkatkan kualitas
supplier. (OECD, 2002). Dampak positif lainnya yang mungkin dihasilkan FDI
adalah adanya transfer teknologi, peningkatan produktivitas, sebagai alternatif
sumber pembiayaan, membuka lapangan kerja dan tentunya harapan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan ekonomi negara tuan rumah. As sweet as strawberry, dampak
positif inilah diperhitungkan akan
terjadi pada negara tuan rumah.
Selain rasa manis yang mungkin
dihasilkan, tidak jarang strawberry justru memberikan rasa asamnya yang
mengejutkan. Rasa asam tersebut serupa dengan dampak negatif yang diberikan FDI
terhadap negara tuan rumahnya. Alih-alih menghadirkan kesejahteraan kepada
negara tuan rumah, FDI justru menggunakan tenaga-tenaga berbakat negara tuan
rumah dan menghilangkan kesempatan mereka menjadi entrepreneurs di masa depan. Imbasnya, daya saing perusahaan lokal
akan menurun. Lipsey dan Sjoholm, 2002, menyebutkan bahwa tingginya penghasilan
yang ditawarkan kepada tenaga kerja terbaik negeri menyebabkan hanya tenaga
kerja dengan kualitas lebih rendah yang mau bekerja di perusahaan lokal. Dampak
negatif lainnya yakni risiko defisit neraca pembayaran. Perusahaan Multinasional
(Multi National Enterprise-MNE)
cenderung membeli bahan baku dan teknologi dari supplier negara asalnya,
sehingga aliran import meningkat. Jika investasi yang dilakukan tidak
berorientasi pada kegiatan ekspor, maka negara tuan rumah dapat menderita defisit
neraca perdagangan (Chaisrisawtsuk S dan Chaisrisawatsuk W, 2007). Rasa “asam
getir” FDI juga bisa terjadi dengan kerusakan ekosistem bila penegakan hukum
lingkungan tidak cukup kuat, perubahan budaya nasional, ketergantungan terhadap
modal asing, hingga adanya intervensi MNE terhadap negara tuan rumah.
Serangkaian dampak negatif yang dapat muncul ternyata tidak menyurutkan
keinginan banyak negara untuk mendapatkan FDI, bahkan hingga menjalankan harmful tax competition. Organisation for
Economic Co-operation and Development (OECD) membedakan praktek harmful tax competition menjadi dua
jenis, yakni tax haven dan preferential tax regime. Karakteristik tax
haven adalah dengan menawarkan shelter tanpa kegiatan ekonomi berarti
dan menutup pertukaran informasi dengan negara asal perusahaan (OECD, 1998).
Sementara karakteristik preferential tax
regime yaitu pemberian insentif terhadap investor asing yang tidak
diberikan kepada investor lokal (OECD, 1998). Banyak negara yang geram karena
kehilangan sebagian sumber pajaknya karena perpindahan investasi. Hingga
pada 1996, para Menteri Keuangan G-7 memutuskan untuk mengeluarkan inisiatif
perlawanan terhadap harmful tax
competition dan diikuti OECD yang mengeluarkan saran terbuka dalam sebuah laporan berjudul “Harmful Tax Competition: An Emerging Global
Issue” (OECD,1998).
Tak dapat dipungkiri, FDI
memang terlihat menggiurkan bagi banyak negara. Persis segar dan menariknya
buah strawberry yang baru dipetik
dari pohonnya. Tapi, jangan lupa bahwa strawberry
tak hanya menawarkan rasa manisnya. Rasa asam siap memberi kejutan rasa di
lidah kita. Sifat strawberry tersebut
dianalogikan sebagai dampak positif dan negatif FDI. Rasa “asam” FDI berupa
dampak negatif seringkali terlupakan oleh pemerintah negara penganut harmful tax competition. Bayangan akan
dampak positif menutupi risiko dampak negatif sehingga layak untuk
diperebutkan. Sayangnya, perebutan FDI harus dilakukan dengan merugikan negara lain,
padahal pemerintah negara tersebut dapat memilih jalur yang lebih baik untuk
menjadi lebih sejahtera. Sesuai sebuah kutipan anonim : If you compete with others you become bitter. If you compete with
yourself you become better
Daftar Referensi
- Graham, Edward H. dan Krugman, Paul R. 1991. “Forgein Direct Investment in the United
State., Washington, D.C. : Institue for Internationals Economics.
- Dunning, J.H .1995. "Reappraising the Eclectic
Paradigm in An Age of Alliance Capitalism". JIBS.
vol. 26, no. 3.
- Lipsey,
Robert E., and Fredrik Sjöholm. 2002. “Foreign
Firms and Indonesian Manufacturing Wages: An Analysis with Panel Data”. NBER
Working Paper 9417 (December). Cambridge, MA: National Bureau of Economic
Research
- Chaisrisawatsuk, S. dan Chaisrisawatsuk, W. 2007. “Imports, Exportsand Foreign Direct Investment Intearctions and Their
Effects”. Asia-Pacific Research and Training Network on Trade Working Paper
Series, No.45.