Akuntansi Sosial dan Lingkungan di Indonesia
ABSTRAK
Akuntansi sosial dan lingkungan yang lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR)
dan Sustainability Reporting (SR)
sudah mulai dijalankan di Indonesia secara mandatory
sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Penulis
ingin mengetahui sejauh mana implementasi aturan yang berlaku terkait akuntansi
sosial dan lingkungan pada beberapa perusahaan di Indonesia. Penulis melakukan
telaah kepustakaan dan mencari beberapa referensi penelitian-penelitian
terdahulu sebagai dasar bahan dalam tulisan ini terkait penerapan akuntansi
sosial dan lingkungan pada beberapa perusahaan di Indonesia. Kesimpulan yang
didapat, diketahui bahwa secara umum perusahaan di Indonesia belum melaksanakan
akuntansi sosial dan lingkungan sehingga diperlukan upaya-upaya dari entitas
terkait seperti IAI dan Pemerintah untuk menggiring perusahaan di Indonesia
lebih disiplin dalam penerapan akuntansi sosial dan lingkungan
PENDAHULUAN
Akuntansi sosial dan lingkungan menjadi perhatian penting akhir-akhir ini, terutama di beberapa perusahaan yang berada pada sektor industri yang bersinggungan langsung proses bisnisnya pada lingkungan. Akuntansi sosial dan lingkungan menjadi hal yang penting karena perusahaan tidak hanya menyampaikan informasi mengenai keuangan kepada investor dan kreditor yang telah ada serta calon investor atau kreditor perusahaan, tetapi juga perlu memperhatikan kepentingan sosial di mana perusahaan beroperasi.
Hubungan antara sebuah perusahaan dengan sosial dan lingkungan hidup tidak dapat dipisahkan, terjadi hubungan timbal balik di antara itu semua. Perusahaan menyediakan lapangan pekerjaan bagi lingkungan sosial, lingkungan sosial melakukan konsumsi atas produk/jasa perusahaan, dan lingkungan hidup menyediakan sumber daya produksi bagi perusahaan. Ikatan tersebut menjadi penting dan perlu dijaga, agar perusahaan dapat dengan leluasa menjalankan aktivitasnya.
Selama ini perusahaan hanya menyampaikan informasi mengenai hasil operasi keuangan perusahaan kepada pemakai, tetapi mengabaikan eksternalitas dari operasi yang dilakukannya, misalnya polusi udara, pencemaran air, pemutusan hubungan kerja, dan lainnya. Akhir-akhir ini banyak sekali ditemukan berita di surat kabar mengenai dampak operasi perusahaan yang tidak memperhatikan lingkungan di mana mereka beroperasi. Bidang akuntansi sebagai salah satu ilmu sosial sudah sewajarnya ikut berkontribusi dalam perbaikan hal-hal negatif di atas, diperlukan adanya laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan yang diungkapkan kepada stakeholder, terutama masyarakat umum sebagai pihak yang banyak terpengaruh oleh eksternalitas negatif operasi perusahaan. Pelaporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan juga dapat diharapkan menjadi pemicu bagi perusahaan lainnya untuk ikut serta melakukan hal serupa untuk perbaikan lingkungan hidup.
KAJIAN PUSTAKA
Bentuk formal pelaporan Akuntansi sosial dan lingkungan adalah corporate social responsibility (CSR) dan sustainability reporting (SR). berdasarkan.
Pengertian CSR sendiri sampai saat ini masih menjadi perdebatan dari para akademisi, namun secara umum CSR dapat didefinisikan sebagai sebuah konsep pemikiran bahwa perusahaan bertanggung jawab kepada masyarakat, lingkungan serta stakeholders dengan memberikan beberapa kontribusi positif agar kehidupan masyarakat, lingkungan, dan stakeholders menjadi lebih baik.
Sustainability Reporting adalah pelaporan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengukur, mengungkapkan (disclose), serta upaya perusahaan untuk menjadi perusahaan yang akuntabel bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) untuk tujuan kinerja perusahaan menuju pembangunan yang berkelanjutan.
Laporan akuntansi pertanggungjawaban sosial dapat dilaporkan pada annual report atau sebagai laporan terpisah dari annual report. Akuntansi CSR dan SR menjadi perhatian perusahaan sesuai dengan teori legitimasi dimana perusahaan berusaha untuk memenuhi harapan berbagai pihak yang terkait dalam upaya mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat. Akuntansi CSR didefinisikan sebagai proses seleksi variable-variabel kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran, dan prosedur pengukuran, yang secara sistematis mengembangkan informasi yang bermanfaat untuk
mengevaluasi kinerja sosial perusahaan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun di luar perusahaan
Pada tahun 2000 perhatian terhadap pertanggungjawaban sosial diberikan oleh Global Reporting Initiative (GRI), sebagai bagian dari program lingkungan Perserikatan Bangsa Bangsa, yang memberikan pedoman SR yang meliputi tiga elemen, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial yang selanjutnya direvisi pada tahun 2002.
Beberapa pedoman GRI antara lain:
1. Bagian pengantar memberikan informasi mengenai overview tentang sustainability reporting.
2. Bagian pertama memberikan definisi isi, kualitas, dan batasan laporan.
3. Bagian kedua memberikan petunjuk mengenai standar pengungkapan dalam SR. Pengungkapan dalam SR meliputi pengungkapan informasi yang relevan dan material mengenai organisasi yang menjadi perhatian berbagai stakeholder. Standar pengungkapan meliputi tiga bagian yaitu, sebagai berikut:
a. Strategi dan profil perusahaan.
b. Pendekatan manajemen.
c. Indikator kinerja yang meliputi ekonomi, lingkungan, dan sosialRegulasi mengenai akuntansi pertanggungjawaban sosial di Indonesia telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 57 yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Akuntansi dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan juga telah diatur SAK. PSAK No. 1 paragraf 9 telah memberikan penjelasan mengenai penyajian dampak lingkungan sebagai berikut:
“…Perusahaan menyajikan laporan tambahan mengenai lingkungan hidup (atau nilai tambah), khususnya bagi industry dengan sumber daya utama terkait dengan lingkungan hidup (atau karyawan dan stakeholder lainnya sebagai pengguna laporan keuangan penting)”.
PSAK No. 1 belum mengatur dengan tegas, tetapi mengatur pengungkapan dampak lingkungan. Perlakuan akuntansi dampak lingkungan juga diatur di dalam PSAK No. 32 mengenai Akuntansi Kehutanan dan PSAK No. 33 tentang Akuntansi Pertambangan Umum. PSAK No. 32 dan 33 semestinya sudah memadai untuk mengatur perlakuan akuntansi lingkungan.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur oleh pemerintah melalui Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah mengatur upaya dalam kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan. Pasal 17, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25, Tahun 2007 tentang Penanaman Modal misalnya menyatakan sebagai berikut:
“Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan tertuang dengan jelas pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74 menyatakan sebagai berikut:
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya oleh Anggraini (2006) ditemukan bahwa Perusahaan yang terdaftar di BEI sebagian besar telah mengungkapkan kinerja ekonomi berupa tanggung jawab perusahaan terhadap karyawannya, yaitu dalam bentuk pemberian uang pesangon, pensiun, dan bonus. Pengungkapan ini dilakukan karena adanya tekanan dari pemerintah dan profesi akuntan, berupa surat keputusan No. Kep-150/Men/2000 tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian di perusahaan, serta PSAK No. 57 yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Sebagian besar perusahaan perbankan dan asuransi (lebih dari 50%) mengungkapkan informasimengenai praktik kerja, yaitu informasi yang berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan dalam pengembangan sumber daya
manusia. Selain itu, perusahaan juga sudah mengungkapkan kegiatan-kegiatan sosial, berupa pemberian sumbangan, serta tanggung jawab perusahaan terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini dilakukan untuk memenangi persaingan yang semakin ketat. Namun, masih sedikit perusahaan yang melaporkan kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan.
Penelitian lain yang terkait dengan akuntansi lingkungan dipublikasikan juga olehJa'far S. dan Arifah (2006) Ja'far S. dan Arifah (2006) meneliti perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Berdasrkan jawaban kuesioner, mereka menemukan adanya tindakan proaktif pihak manajemen untuk melakukan manajemen lingkungan dan rata-rata kinerja lingkungan mereka cukup tinggi. Sementara itu manajer mempersepsikan bahwa dorongan manajemen lingkungan yang dilakukan pihak eksternal berada pada level sedang. Dari 53 perusahaan sampel, 20 perusahaan menerbitkan environmental disclosure dalam annual report. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut beberapa perusahaan telah mengungkapkan aktivitas sosial karena dorongan persaingan yang semakin ketat dan adanya peraturan yang mewajibkan. Namun, pengungkapan aktivitas lingkungan masih sedikit
dilakukan. Suharto (2004) menyebutkan beberapa kesulitan manajemen keuangan untuk melaporkan kewajiban lingkungan, yaitu sebagai berikut:
1. Permintaan atas pengungkapan informasi lingkungan dalam pelaporan keuangan belum ada secara tegas.
2. Biaya dan manfaat dalam rangka menyajikan informasi lingkungan dalam laporan keuangan dirasakan tidak seimbang oleh perusahaan.
3. Pengenalan kewajiban bersyarat.
4. Kesulitan dalam mengidentifikasi biaya-biaya lingkungan.
Penerapan akuntansi sosial dan lingkungan belum sepenuhnya diterapkan oleh perusahaan publik di Indonesia. Khususnya akuntansi lingkungan, berdasarkan hasil penelitian perusahaan publik di Indonesia, masih sedikit perusahaan yang melaporkannya dalam annual report.
Sampai dengan saat ini, dalam upaya untuk memiliki pedoman pelaporan SR di Indonesia, IAI diharapkan dapat menyusun standard an pedoman SR. Adanya standar yang baku dan bersifat mandatory mengatur SR akan meningkatkan pelaporan SR untuk perusahaan yang aktivitasnya mempengaruhi masyarakat dan lingkungan. Dengan penyusunan pedoman SR, tentu akan mendukung aturan-aturan terkait akuntansi sosial dan lingkungan untuk diterapkan secara lebih umum.
Salah satu langkah lain dalam peningkatan akuntansi sosial dan lingkungan di Indonesia adalah dengan adanya nota kesepahaman (MoU) antara KLH dan Bank Indonesia (BI) yang ditandatangani pada tahun 2005 yang lalu. Kesepakatan ini sebenarnya sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/1005 tentang penetapan peringkat kualitas aktiva bagi bank umum. Peraturan tersebut, mengatur aktiva produktif untuk kredit termasuk pada kualitas kredit. Aspek lingkungan hidup menjadi salah satu faktor didalam penilaian kredit itu. BI sepakat menggunakan proper (perangkat penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam Pengelolaan lingkungan hidup) KLH dalam menilai kelayakan kredit. Penilaian tingkat kinerja perusahaan (Proper) terkait dengan lingkungan hidup yang menjadi program tahunan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk penilaian tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan, dampak pada lingkungan, yang dapat berpengaruh pada penentuan kualitas kredit perusahaan, kelayakan perusahaan dan sebagainya. Hasil penelitian ini disampaikan ke Bank ataur kreditor lainnya. Proper ini diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 27/MenLH/2002. misalnya Bank sebagai debitur dapat menurunkan kredit bagi perusahaan berperingkat buruk. Jika tidak layak dari sudut lingkungan karena kinerja buruk maka perusahaan bisa tidak diijinkan mendapatkan kredit.
Ada juga pemberian sistem ISO. Dengan sistem ISO perusahaan yang punya komitmen untuk kemudian memperbaiki kinerja terhadap lingkungan yang baik dapat diberikan sertifikat ISO sedangkan yang tidak, tidak akan mendapatkannya. Perusahaan masih terus bisa melakukan operasi bisnisnya. Namun dengan proper perusahaan bisa tidak bisa diberikan ijin operasi atau tidak mendapatkan kredit
KESIMPULAN
1. CSR di Indonesia sudah diterapkan secara formal melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
2. PSAK No. 1 paragraf 9 telah memberikan penjelasan mengenai penyajian dampak lingkungan.
3. Pelaksanaan akuntansi sosial dan lingkungan di Indonesia belum dilaksanakan secara umum pada perusahaan-perusahaan di Indonesia.
4. Pelaksanaan CSR masih bersifat mandatory dan belum secara sukarela dilaksanakan perusahaan di Indonesia.
5. Sampai dengan saat ini masih terus diupayakan peningkatan-peningkatan akuntansi sosial dan lingkungan di Indonesia baik dari penyusunan pedoman dan pemberian award terhadap perusahaan yang melaksanakannya.
REFERENSI
- Angraini. 2006. ”Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada PerusahaanPerusahaan yang Terdaftar Bursa Efek Jakarta)”. Disampaikan di Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.
- Ja'far S., Muhammad dan Arifah, Dista Amalia. 2006. ”Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan, Manajemen Lingkungan Proaktif dan Kinerja Lingkungan terhadap Public Environmental Reporting. Disampaikan di Simposium Nasional Akuntansi 9 PadangAgung Suaryana. 2010. Jurnal dengan Judul: Implementasi Akuntansi Sosial dan Lingkungan di Indonesia.
- GRI. 2002. Sustainbility Reporting Guidelines.
- ______. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25, Tahun 2007 tentang tentang Penanaman Modal.
- ______. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
- PSAK No.1 tahun 2004 tentang Penyajian Laporan Keuangan
- http://muhariefeffendi.wordpress.com/2012/05/30/pelaporan-berkelanjutan-sustainability-reporting-sebagai-implementasi-gcg/
- http://www.tempo.co/read/kolom/2013/05/16/720/Tanggung-Jawab-Sosial-Perusahaan-di-Indonesia